Senin, 08 Februari 2010

Pacar Yang Ideal

Memilih pasangan hidup adalah salah satu masa transisi paling penting dalam kehidupan anak-anak Allah. Sehingga seringkali diantara kita menjadi tidak dikenan Allah, karena pasangan hidup yang kita pilih tidak sesuai dengan kehendak Allah. Dan pada akhirnya kita tidak dapat melaksanakan Firman Tuhan dalam Amsal 18:22 yaitu ”siapa mendapat istri (suami), mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan Allah”.

Untuk mendapatkan sesuatu yang baik dan dikenan Allah, kita perlu melakukan uji seleksi yang ketat untuk menentukan calon pasangan hidup kita. Lalu timbul pertanyaan : seperti apakah pacar yang ideal itu? Bukankah sebagai manusia yang masih hidup di dunia (dalam daging dan dosa) tidak seorang pun yang ideal? Karena seringkali orang yang kita cintai mengecewakan hati kita, mengingkari janji, melakukan perbuatan yang tidak dikenan Tuhan dan lain sebagainya.

Mencari calon pasangan hidup atau pacar bagi anak-anak Allah harus dilakukan secara selektif. Untuk itu kita tidak dapat secara serampangan menentukan calon pasangan apalagi sampai berganti-ganti pacar dengan dalih mencari yang terbaik. Perilaku seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran Kristus.

Dari beberapa uraian tokoh-tokoh rohaniawan yang kompeten, penulis mendapatkan suatu kesimpulan dan berusaha memberikan suatu wawasan pemikiran tentang pacar yang “ideal” dari sisi iman Kristiani kita.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mencari/menentukan calon pasangan hidup :

I. Realitas Kehidupan

A. Jangan berdasarkan emosi/ romantika

Emosi/ romantika dalam menentukan calon pasangan hidup seringkali menjadi batu sandungan bagi anak-anak Allah. Erotika yang muncul akibat emosi yang dikedepankan sering membuat kita terjebak dalam perbuatan-perbuatan yang tidak dikenan Allah. Sumber-sumber emosi dan romantika tersebut adalah pengaruh lagu-lagu pop, buku-buku cerita, majalah dan film. Pernikahan dengan landasan emosi-romantis, bila tidak diperbaharui dengan pertobatan / lahir baru, akan berakhir dengan perceraian (25% kasus).

B. Masa depan emosional

Kenyataan dunia saat ini, banyak kaum muda-mudi yang terkungkung dalam rancangan-rancangan masa depan yang duniawi dan penuh emosi kedagingan, misalnya :

1. Bersama dengan kekasih merancang hidup yang serba indah dan menyenangkan. Misalnya mereka-reka jumlah anak, saling memanggil dengan sebutan yang hanya layak bagi pasangan suami istri, dll.

2. Terlena dalam keindahan mencintai dan dicintai.

3. Menganut pandangan bahwa kasih + gairah dan rayuan + romantika tidak dapat dipisahkan. Hal ini akan berakhir pada petaka/celaka/ terputusnya kasih sejati Tuhan dengan kita.

Dari pandangan-pandangan duniawi tersebut muncul persyaratan-persyaratan duniawi dalam menentukan pasangan hidup : misal pacar harus ganteng/cantik, perlente, pribadi menarik, kaya dan berkedudukan dll.

C. Realita kehidupan lain

1. Manusia hidup dengan kelemahan dan kekurangan sebagai perwujudan dari sosok orang berdosa.

2. Pernikahan membutuhkan kematangan fisik, emosi dan intelektual. Secara fisik, maturitas dibutuhkan sebelum menikah, keadaan fisik yang tidak matang menimbulkan masalah kesehatan di kemudian hari. Emosi yang matang dibutuhkan untuk memudahkan penyelesaian masalah. Tanpa kematangan emosional, setiap permasalahan keluarga akan diselesaikan melalui percekcokan, selisih pendapat dan kemungkinan berujung pada perceraian.

3. Pernikahan membutuhkan pengembangan kasih sejati, tanggung jawab dan kesetiaan. Kasih sejati antar pasangan suami-istri akan menjadi pondasi yang baik bagi timbulnya rasa tanggung jawab dan kesetiaan antar pasangan.

4. Harus melihat kenyataan dan dapat menilai pribadi dan sifat-sifat orang lain. Kita adalah ciptaan yang serupa dengan Allah, kita dikaruniai kemampuan untuk dapat menilai dan mengobservasi sifat orang lain di sekitar kita. Dari sini kita mendapat salah satu dasar membuat suatu kesimpulan menentukan calon pasangan hidup kita.

5. Pernikahan bukan menuntut, tetapi apa yang dapat diberikan dan disumbangkan dalam pernikahan kelak. Pernikahan bukan terminologi mencari orang/pasangan yang terbaik, tetapi berupaya menjadi orang yang tepat/baik bagi orang lain/pasangan kita. Untuk dapat bersikap hati seperti ini, kita harus dipenuhi oleh kerendahan hati. Sekali saja ego kita turut campur dalam kehidupan pernikahan, maka keretakan bahtera rumah tangga yang kita dapatkan.

6. Keputusan menikah harus diambil dengan sikap rela hati. Dengan demikian setelah menikah nantinya setiap pasangan akan dapat menikmati jalannya kehidupan pernikahan dalam suasana senang dan susah.

7. Mempunyai kesadaran yang baik saat mengambil keputusan : MENIKAH, karena terkait dengan masa depan dan sifat pernikahan yang permanen, sekali seumur hidup. Tentu saja hal ini dilandasi dengan iman bahwa pernikahan adalah LEMBAGA ALLAH, yang tidak dapat dan tidak diperbolehkan diintervensi oleh kepentingan manusia yang terkait dengan lembaga itu.

II. BAGAIMANA KEHENDAK TUHAN

Yang menjadi titik berat dalam menentukan “kamulah tulang rusuk saya” atau “aku adalah tulang rusukmu” adalah dengan mencari kehendak Allah terlebih dahulu. Lalu bagaimana caranya?

1. Melalui Firman Tuhan

Dalam II Korintus 6:16-18, jelas dan tegas disebutkan pasangan tidak seiman berarti bukan kehendak Allah. Karena bila itu terjadi sama artinya kita menyekutukan Allah dengan berhala atau memaksakan terang bercampur dengan gelap. Tuhan mungkin mengijinkan bila hal itu terjadi (pasangan tidak seiman), namun itu terjadi hanya karena kekerasan hati kitamempergunakan hak bebas yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita. Dan seringkali kita menyalahgunakan hak bebas tersebut. Dalam dunia yang semakin kejam kita harus bijaksana dalam bertindak. Kebijakan pemerintahan banyak negara melegalkan pernikahan lintas iman hanyalah kebijakan duniawi. Harus kita cermati hal ini adalah upaya-upaya kuasa gelap untuk menurunkan kualitas keimanan kita sebagai orang percaya.

2. Melalui doa

Memohon pimpinan Allah untuk menetapkan calon pasangan hidup adalah langkah yang bijaksana dan berkenan bagi Allah. Pergumulan menetapkan calon pasangan hidup tidak terjadi secara kebetulan/ mendadak. Dalam kehidupan Kristiani, kita tidak bisa main “tembak” dalam menentukan pasangan. Kalau hal itu terjadi maka landasan yang dipakai adalah emosi romantika, bukan iman Kristiani. Lamanya proses doa/ jawaban doa sangat bervariasi bagi setiap orang. Bisa 1 hari, 1 minggu, 1 tahun, 2 tahun dan sebagainya. Hal ini sangat tergantung dari keeratan hubungan kita dengan Tuhan dan kepekaan kita terhadap tanda-tanda yang diberikan Tuhan pada kita.

3. Melalui konsultasi dengan orang tua, pendeta dan ahli

Sering kaum muda mengabaikan beliau-beliau ini dan memilih “curhat” pada teman sebaya yang notabene pengalamannya masih sama-sama minim. Pandangan dari orang tua/Pendeta/ahli (psikolog/ konsultan pernikahan) dapat memperkaya wawasan kita tentang pacar ideal. Pandangan orang tua dan ahli menjadi semakin berguna bila mereka juga telah lahir baru, memiliki hubungan yang mesra dengan mas Krist (Yesus-Red).

4. Melalui Akal Budi

Telah diuraikan di depan bahwa kita adalah ciptaan yang serupa dengan Allah, dilengkapi dengan akal budi. Kita dapat merenungkan / memikirkan untuk mengambil keputusan “menikah” dilandasi oleh pemikiran bahwa menikah adalah kejadian sekali seumur hidup.

5. Bertindak

Kita harus mempunyai inisiatif untuk mencari calon pasangan hidup. Tidak hanya tinggal diam dan berdoa saja tetapi juga berusaha mendapatkannya. Lalu dimana kita berupaya mendapatkan? Tentu saja di lingkungan yang dikenan Allah, misalnya dalam pertemuan-pertemuan ibadah dll. Bukan di mall, diskotek atau bahkan pergi ke dukun!

III. KEPRIBADIAN

A. Watak Kepribadian

Hal ini fokus utama dari penilaian kepribadian. Tidak hanya tampan/cantik, terpelajar, berkedudukan. Kedekatan kekasih hati kita dengan Allah adalah hal yang lebih utama. Sehingga kelak apabila sudah menjadi pasangan hidup kita, dia mampu menguatkan, menjadi pasangan yang seimbang, menjadi pemimpin keluarga yang handal. Dalam firman Tuhan pun telah tertulis, banyak pasangan yang tidak memiliki hubungan intim dengan Tuhan akan terjatuh dalam dosa. Lihat bagaimana Hawa mempengaruhi Adam untuk melanggar perintah Tuhan, begitu juga dengan “polah tingkah” pasangan Annanias dan Safira.

B. Pribadi yang Dewasa

Pribadi yang dewasa mempunyai ciri mengutamakan Tuhan dalam segala hal, stabil emosi dan intelektualnya, dapat bergaul dan menyesuaikan diri, dapat mengatasi kesulitan, mendahulukan kepentingan keluarga daripada pribadi, bertanggung jawab dan dapat dipercaya, berbadan sehat. Untuk ciri yang terakhir perlu kita pertimbangkan tetapi bukan hal dominan, karena bukankah Allah kita sendiri adalah Tabib yang Ajaib, dengan kuat kuasa-Nya, sakit penyakit apa yang tak bisa dikalahkan?

Demikian sharing / renungan yang dapat saya bagikan. Kiranya dapat menjadi berkat bagi kita semua. Menjadi modal untuk menentukan pasangan hidup yang berkenan bagi Tuhan. Mungkin membutuhkan waktu yang tidak pendek. Tetapi kita harus tetap setia berdoa meminta kepada Tuhan pasangan yang sepadan dan seimbang. Kadangkala kekecewaan / kepahitan juga kita alami dalam memilih / mencari pasangan hidup. Dan saat itu seringkali kita lupa bahwa kita sudah memiliki kekasih

hati dan sahabat sejati yang tidak mungkin mengecewakan … YESUS KRISTUS.

Tamat. Shallom Alahim.